Rasulullah menasehatkan:
“Mintalah fatwa dari hatimu. Kebaikan itu
adalah apa-apa yang tenteram jiwa padanya dan tenteram pula dalam hati. Dan
dosa itu adalah apa-apa yang syak dalam jiwa dan ragu-ragu dalam hati, walaupun
orang-orang memberikan fatwa kepadamu dan mereka membenarkannya.”
Salah satu perkara yang perlu disegerakan
adalah menikah. Begitu Islam mengajarkan. Menyegerakan bagi seorang laki-laki
yang telah mencapai ba’ah adalah dengan segera meminang wanita baik-baik yang
ia mantap dengannya. Ia mendatangi orangtua wanita tersebut dengan menjaga adab
sambil membersihkan niat.
Rasulullah Muhammad Saw. bersabda:
“Barangsiapa yang dimudahkan baginya untuk
menikah, lalu ia tidak menikah, maka tidaklah ia termasuk golonganku.” (HR
Ath-Thabrani dan Al-Baihaqi).¹
Nabi kita juga mengingatkan, “Bukan termasuk
golonganku orang yang merasa khawatir akan terkungkung hidupnya karena menikah,
kemudian ia tidak menikah.” (HR Ath-Thabrani).
Sedang menyegerakan nikah bagi keluarga wanita
adalah dengan mempercepat pelaksanaan jika tidak ada kesulitan yang
menghalangi. Juga, menyederhanakan proses agar tidak membebani kedua mempelai.
Mudah-mudahan mereka akan mendapatkan rumah tangga yang barakah dan diridhai
Allah, keluarga yang di dalamnya terdapat anak-anak yang memberi bobot kepada
bumi dengan kalimat laa ilaaha illaLlah.
Menyegerakan nikah insya-Allah lebih dekat
kepada pertolongan Allah dan syafa’at Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allah akan menyempurnakan setengah agama kita kalau kita menyegerakan menikah.
Insya-Allah, kita akan mendapati pernikahan yang barakah. Sebuah pernikahan
yang barakah akan menjadikan orang-orang yang ada di dalamnya tenteram dan
saling memberi manfaat. Mereka akan memperoleh kebahagiaan dan terhindar dari
hidup yang sia-sia. Seorang pemalas akan menjadi rajin, seorang peragu akan
memperoleh yakin, dan seorang yang bimbang akan memperoleh keteguhan.
Nikah adalah satu di antara tiga perkara yang
sunnah untuk disegerakan. Allah akan melimpahkan ridha-Nya kepada orang yang
menyegerakan nikah. Mereka yang menyegerakan nikah atau membantu orang untuk
menyegerakan nikah, insya-Allah akan mendapati rahmat dan perlindungan Allah
kelak di yaumil-hisab. Sebab, sesungguhnya perbuatan menyegerakan nikah
merupakan perkara yang disunnahkan oleh Rasulullah. Dan setiap perkara yang
disunnahkan, adalah tindakan yang diridhai dan dicintai Allah.
Wallahu A’lam bishawab. Akan tetapi, di dalam
setiap perbuatan, setan berusaha untuk menggelincirkan manusia. Jika orang
tidak mau melakukan kemaksiatan, setan berusaha untuk menggelincirkan manusia
dengan menampakkan apa-apa yang sepintas mirip dengan perkara yang disunnahkan.
Banyak contoh tentang ini. Agama menganjurkan
kita untuk syukur nikmat, mengabarkan dan menampak-nampakkan nikmat yang kita
peroleh demi mengagungkan kemurahan Allah. Dan setan berusaha untuk
menyimpangkan niat kita, sehingga kita menampak-nampakkan bukan dalam rangka
syukur nikmat, tetapi dalam rangka riya’ dan sum’ah. Jika riya’ adalah tindakan
yang dilakukan dengan harapan orang melihat kebaikan yang ada pada diri kita,
sum’ah adalah tindakan agar orang mendengarkan keunggulan kita.
Kadang orang bersikap merendah karena
tawadhu’, tetapi orang bisa merendah dalam rangka meninggikan diri di hadapan
orang lain. Yang pertama, adalah kemuliaan akhlak yang sering dianjurkan agama.
Yang kedua, adalah rekayasa kesan agar tampak sebagai orang yang memiliki
kedalaman pemahaman agama.
Masih banyak yang lain. Hanya saja, kita
sering tidak tahu bahwa yang ada pada hati kita bukanlah sebagaimana yang
diharapkan oleh agama. Bisa jadi, kita mampu menunjukkan argumentasi (hujjah)
atas apa yang kita lakukan. Kita berargumentasi melalui kekuatan nalar dan
lisan yang dikaruniakan kepada kita, akan tetapi hati kita mengingkari.
Sayangnya, kita pun sering tidak tahu bahwa hati kita mengingkari disebabkan
pekatnya penghalang mata hati kita untuk melihat beningnya kebenaran.
Perkara nikah juga demikian. Kita disunnahkan
untuk menyegerakan pernikahan. Meskipun demikian, kita bisa jadi terjatuh pada
tindakan tergesa-gesa. Bersegera, akan mendekatkan orang kepada saat menikah.
Penantian yang telah melewati berpuluh-puluh malam, insya-Allah segera
terbayarkan dengan akad nikah yang dalam waktu dekat akan terlaksana. Sementara
itu, tergesa-gesa bisa jadi justru menjadikan tibanya saat akad nikah harus
melalui waktu yang lama.
Ada perbedaan yang jauh antara pernikahan yang
disegerakan dengan pernikahan yang dilaksanakan secara tergesa-gesa. Waktu yang
dibutuhkan dari peminangan sampai akad nikah bisa jadi sama. Tetapi, suasana
yang terbawa dalam rumahtangga sangat berbeda.
Pernikahan yang disegerakan insya-Allah penuh
barakah dan diridhai Allah. Di dalamnya, Allah mencurahkan perasaan sakinah
kepada suami-istri tersebut. Bahkan, suasana sakinah juga terasakan oleh seisi
rumah, sanak famili yang mengetahui, serta orangtua dari keduanya, kecuali bagi
mereka yang sedang merasakan kekeruhan dalam jiwanya.
Tapi, apakah sakinah itu? Wallahu A’lam.
Sepanjang pengetahuan saya, sakinah adalah ketenangan hati, ketenteraman jiwa,
dan terbebasnya diri dari keinginan-keinginan yang dilarang, sebab sesuatu yang
dilarang akan menimbulkan kegelisahan dan kecemasan. Mereka juga tidak begitu
terganggu oleh penilaian-penilaian sesaat dari masyarakat, sebab mereka
menyandarkan penilaian kepada sumber yang jernih dalam soal-soal yang diatur
dan mendasarkan pada kesepakatan dan kecintaan berdua dalam soal-soal yang
dilapangkan (mubah) bagi kita. Mereka mungkin akan melakukan apa yang secara
sosial diharapkan, tetapi itu bukan karena terdesak oleh tekanan norma sosial
semata. Melainkan menurut pertimbangan kemaslahatan. Mereka mungkin akan
menolak apa yang diharapkan secara sosial, tetapi itu bukan karena ingin
menentang tatanan. Tetapi berdasarkan pertimbangan-pertimbangan berkenaan
dengan madharat dan mafsadah.
Apa pengaruh sakinah bagi suami-istri yang
baru memasuki jenjang pernikahan? Apakah makna sakinah dalam membina kehidupan
berumahtangga, mendidik anak, dan menetapkan misi setelah mereka mempunyai anak
dari pernikahan mereka? Sayang sekali kita tidak bisa membahas saat ini.
Mudah-mudahan Allah memberikan petunjuk, ilmu, dan kekuatan pada saya untuk
membahasnya di waktu lain dalam kesempatan yang lebih baik. Saat ini, cukuplah
saya katakan bahwa sakinah menguatkan ikatan perasaan antara suami dan istri
dengan jalinan perasaan yang diliputi oleh kerinduan yang menenteramkan saat tidak
bertemu dan ketenangan yang menyejukkan saat berjumpa. Sakinah menumbuhkan
kelembutan dan keramahan dalam pergaulan mereka, termasuk dalam mendidik anak
kelak, serta memunculkan optimisme dan kekuatan jiwa ketika menghadapi masalah
sehingga mereka tidak lebih tua dari usianya.
Bagaimana suasana keluarga yang sakinah?
Sayang sekali saya belum bisa menggambarkan. Hanya saja, diam-diam saya kadang
terkesan ketika menjumpai hadis yang mengabarkan sebagian tandanya.
“Akan lebih sempurna ketakwaan seorang mukmin,”
kata Rasulullah Saw., “jika ia mempunyai seorang istri yang shalihah, jika
diperintah suaminya ia patuh, jika dipandang membuat suaminya merasa senang,
jika suaminya bersumpah membuatnya merasa adil, jika suaminya pergi ia akan
menjaga dirinya dan harta suaminya.”
“Tiga kunci kebahagiaan seorang laki-laki,”
kata Rasulullah Saw. menunjukkan, “adalah istri shalihah yang jika dipandang
membuatmu semakin sayang dan jika kamu pergi membuatmu merasa aman, dia bisa
menjaga kehormatan dirinya dan hartamu;
kendaraan yang baik yang bisa mengantar ke
mana kamu pergi; dan rumah yang
damai yang penuh kasih-sayang. Tiga perkara
yang membuatnya sengsara adalah istri
yang tidak membuatmu bahagia jika dipandang
dan tidak bisa menjaga lidahnya, juga
tidak membuatmu merasa aman jika kamu pergi
karena tidak bisa menjaga
kehormatan diri dan hartamu; kendaraan rusak
yang jika dipakai hanya membuatmu
lelah namun jika kamu tinggalkan tidak bisa
mengantarmu pergi; dan rumah yang
sempit yang tidak kamu temukan kedamaian di
dalamnya.”
Kita cukupkan pembicaraan sekilas tentang
sakinah. Kita kembali lagi kepada
pembahasan kita mengenai pernikahan yang
disegerakan dan pernikahan yang
tergesa-gesa.
Jika pernikahan yang disegerakan lebih dekat
kepada kemaslahatan dan barakah,
maka pernikahan yang tergesa-gesa lebih dekat
kepada kegersangan dan kekecewaan.
Pernikahan yang tergesa-gesa mendatangkan
penyesalan dan ketidakbahagiaan. Ia
mendapati istrinya menyusahkan dan membuatnya
cepat beruban sebelum waktunya
(he hmm, tapi bukan cepat beruban karena
minyak rambut).
Saya teringat kepada penghujung do’a Nabi Daud
‘alaihissalam, “Ya Allah, …
Hindarkanlah saya dari anak-anak yang durhaka
terhadap orangtuanya; harta yang
jadi bencana bagi saya maupun orang lain;
tetangga yang buruk sifatnya, yaitu jika
melihat kebaikan pada saya difitnahnya dan
jika melihat keburukan
disebarluaskannya, dan istri yang menyusahkan,
membuat saya beruban sebelum
waktunya.”
Jika pernikahan yang barakah membuat rumah
terasa damai dan penuh kasih
sayang, pernikahan yang tidak barakah
mengakibatkan rumah terasa sempit dan
orang tidak menemukan kedamaian di dalamnya.
Ukuran fisiknya barangkali luas,
bahkan jauh melebihi kebutuhan. Akan tetapi,
tidak ada kelapangan di dalamnya.
Betapa bedanya antara luas dan lapang.
Pernikahan yang barakah insya-Allah akan kita
dapati ketika kita menyegerakan
nikah. Tetapi, pernikahan yang dilakukan
tergesa-gesa justru bisa melahirkan
kehampaan, kecuali kalau Allah menolong kita
mengambil jarak dari keadaan kita
sendiri, melakukan introspeksi yang teliti dan
berhati-hati dalam menilai masalah.
Selanjutnya, mudah-mudahan kita bisa menjaga
lisan (hifdhul-lisan) dari mengatakan
apa-apa yang tidak baik di hadapan Allah dan
manusia mengenai pasangan
hidup kita, sekalipun dia tidak tahu. Sebab
ungkapan kekesalan dan kekecewaan –
apalagi sampai menutupi kebaikan yang ada
padanya — bisa menjadi do’a yang pasti dikabulkan ketika ucapan itu keluar
bersamaan dengan sa’atu-nailin, yaitu saat ketika
ucapan menjadi do’a, dan do’a pada saat itu
pasti terkabul.
Pembicaraan mengenai ini akan semakin panjang
jika diteruskan. Cukuplah kita akhiri dengan berdo’a, mudah-mudahan Allah
mengarunia kita dengan kemuliaan dan kebarakahan dalam keluarga kita. Semoga
dari sana lahir keturunan yang memberi bobot kepada bumi dengan kalimat laa
ilaaha illaLlah. Keturunan yang hukmashabiyya rabbi radhiyyah, yang memberikan
kesejukan mata dan ketenteraman jiwa di dunia hingga kelak di hari kiamat.
Selanjutnya, mari kita lihat perbedaan antara
menyegerakan dan tergesa-gesa. Kita akan membicarakan masalah ini melalui dua
cara. Pertama, melalui tanda-tanda hati (mudah-mudahan Allah menjernihkan hati
kita). Kedua, melalui perumpamaan yang dapat dipikirkan oleh akal.
Tanda-tanda Hati
“Orang yang mempunyai niat yang tulus,” kata
Imam Ja’far Ash-Shadiq, guru dari Imam Abu Hanifah, “adalah dia yang hatinya
tenang, terbebas dari pemikiran mengenai hal-hal yang dilarang, berasal dari
upaya membuat niatmu murni untuk Allah dalam segala perkara.”
Pada hari ketika harta benda dan anak-anak
tidak berguna, kecuali orang-orang
yang datang kepada Allah dengan hati yang
suci. (QS 26: 88-90).
Kalau kita menyegerakan nikah karena niat yang
jernih, insya-Allah hati kita
akan merasakan sakinah, yaitu ketenangan jiwa
saat menghadapi masalah-masalah
yang harus diselesaikan. Kita merasa yakin,
meskipun harapan dan kekhawatiran
meliputi dada. Kita merasa tenang, meskipun
ada sejumlah masalah yang membebani
dan menyita perhatian.
Ketenangan dan beban masalah bukanlah dua hal
yang bertentangan. Seperti seorang ibu yang telah memiliki kematangan,
kedewasaan dan kasih sayang besar kepada anak serta pengharapan besar terhadap
ridha Allah. Saat menghadapi persalinan, ia merasakan ketenangan hati dan
keyakinan. Meskipun harus melewati perjuangan mendebarkan yang melelahkan
secara fisik dan ketegangan psikis, namun ketegangan ini bukan sejenis perasaan
tidak aman.
Lain halnya dengan tergesa-gesa.
Ketergesa-gesaan ditandai oleh perasaan tidak aman dan hati yang diliputi
kecemasan yang memburu. Seperti berdiri di depan anjing galak yang tidak pernah
kita kenal, ada perasaan ingin untuk cepat-cepat berlari pergi menjauhi tempat
itu. Kalau berlari, takut dikejar dan terjatuh. Kalau tetap berdiri di
dekatnya, tidak ada kepastian dan ada kekhawatiran jangan-jangan anjing itu
menggigit.
Inilah gambaran sekilas. Kalau belum jelas,
bertanyalah kepada hati nuranimu. Mintalah fatwa kepadanya.
Rasulullah Saw. bersabda,
“Mintalah fatwa dari hatimu. Kebaikan itu
adalah apa-apa yang tenteram jiwa padanya dan tenteram pula dalam hati. Dan
dosa itu adalah apa-apa yang syak dalam jiwa dan ragu-ragu dalam hati, walaupun
orang-orang memberikan fatwa kepadamu dan mereka membenarkannya.” (HR Ahmad).
Tanda-tanda Perumpamaan
Kalau suatu saat Anda naik motor dan menjumpai
tikungan tajam, apa yang Anda lakukan? Apakah Anda akan segera membelokkan
kemudi tanpa mengurangi kecepatan karena ingin cepat sampai? Atau, Anda
mengurangi kecepatan sedikit, menelikung dengan miring, dan sesudah berbelok
baru menambah kecepatan sedikit demi sedikit?
Jika Anda memilih yang pertama, sangat mungkin
Anda terpental sendiri. Anda terjatuh, sehingga harus berhenti sejenak atau
agak lama. Baru kemudian dapat meneruskan perjalanan.
Keinginan Anda untuk cepat sampai di tempat
tujuan dengan tidak mengurangi kecepatan, apalagi justru dengan menambah
kecepatan, tidak membuat Anda lebih cepat sampai dengan tenang, tenteram, dan aman.
Bisa-bisa, kalau kecepatan Anda tetap antara sebelum berbelok dengan saat-saat
berbelok, Anda justru terpental. Antara gaya sentrifugal dan gaya sentripetal,
tidak seimbang.
Jika Anda memilih yang kedua, insya-Allah Anda
akan dapat sampai lebih cepat. Awalnya memang mengurangi kecepatan, tapi
sesudah betul-betul memasuki tikungan dengan baik, Anda bisa menambah
kecepatan. Jika Anda mengurangi kecepatan lebih banyak lagi, Anda bahkan dapat
membelok tanpa harus memiringkan badan banyak-banyak.
Jalan yang lempang adalah tamsil dari masa
melajang, masa ketika masih sendiri. Belokan adalah proses peralihan menuju
status baru, menikah dan berumah tangga. Sedang jalan berikutnya yang dilalui
setelah berbelok, adalah kehidupan keluarga setelah menikah.
Pilihan pertama adalah sikap tergesa-gesa
untuk menikah, sedangkan pilihan yang kedua adalah menyegerakan.
Ada perumpamaan lain. Kita melihat perumpamaan
yang dekat-dekat dengan kita. Kalau suatu saat Anda bikin kolak kacang hijau,
ada beberapa bahan yang perlu Anda masukkan. Bahan yang paling pokok adalah
kacang hijau dan gula. Kalau Anda memasukkan gula bersamaan dengan kacang
hijau, sesudah itu segera direbus, Anda akan mendapati kacang hijau itu tidak
mau mekar. Anda tergesa-gesa. Kalau Anda memasukkan gula setelah kacang
hijaunya mekar, Anda menyegerakan. Tetapi, kalau Anda lupa tidak segera
memasukkan gula setelah kacang hijaunya mekar cukup lama, Anda akan kehilangan
banyak zat gizi yang penting.
Sampai di sini, saya kira cukup pembahasan
mengenai menyegerakan dan tergesa-gesa. Mudah-mudahan Allah Ta’ala memasukkan
kita ke dalam golongan orang-orang yang menyegerakan, bukan tergesa-gesa.
Semoga Allah menjadikan pernikahan kita barakah dan diridhai Allah.
Saya memohon perlindungan kepada Allah dari
penjelasan yang tidak menambah kejelasan. Mudah-mudahan apa yang kurang dalam
tulisan ini menjadikan Anda berhati-hati. Mudah-mudahan apa yang terang,
menjadikan Anda mempunyai keyakinan hati. Mantap dalam melangkah.
Segala Puji bagi Allah.................
Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan
banyak karunia. Dialah Yang Awal dan Yang Akhir. Maha suci Allah dari segala
persangkaan hamba-hamba-Nya. Maha Mulia Allah yang menurunkan hujan untuk
mensucikan bumi dan menumbuhkan berbagai tanaman, baik yang berbuah, yang
berbunga maupun yang berbuah sekaligus berbunga.
Saya bersyukur kepada Allah yang telah
memberikan kekuatan dan petunjuk kepada saya untuk menulis bab ini, sekaligus
buku ini secara keseluruhan. Semoga menjadi do’a yang baik. Menjadi sunnah
hasanah yang diridhai.
DIPETIK DARI>>>>